Jumat, 29 Mei 2015

Sawarna, Pesona Yang Terabaikan

Sawarna, Pesona Yang Terabaikan.  Deburan ombak terdengar sangat kencang, menderu-deru, bergulung-gulung.  Sesekali menerjang barisan karang yang kokoh berdiri memanjang ibarat benteng yang memagari pantai dari lautan Samudera Hindia.  Hentakan  ombaknya begitu kuat, menampar keras dinding-dinding karang, memuncratkan air ke segala penjuru.

Para wisatawan lokal dan manca negara berteriak riang menyaksikan fenomena alam yang luar biasa menakjubkan ini.  Ada yang terbahak-bahak sengaja memasang muka menikmati terjangan air, ada yang sibuk mengambil video dengan tetap awas menjaga jarak, ada yang mencari-cari angle dan kemudian mengabadikannya dengan kamera, ada yang cuma duduk-duduk sembari mengarahkan pandangan menikmati deru ombak, bahkan ada yang menikmatinya dengan berselancar diatas derasnya ombak.. …. Dan aku???  Menyaksikan semuanya sambil sesekali memencet tombol shutter Kamera Nikon kesayanganku. 



Menyaksikan dorongan ombak yang begitu kencang mengingatkan aku pada gelombang Tsunami yang  berhasil meluluhlantakkan semua yang ada di permukaan bumi Aceh pada tahun 2014.  Tiba-tiba aku bergidik teringat potongan Kalam-Nya “Dan Dialah Allah yang menundukkan lautan agar kamu dapat memakan darinya daging yang segar (ikan), dan…….., dan…….. serta supaya kamu bersyukur” (An-Nahl:14).  Ah, betapa keindahan ini menguatkan bahwa hanya Dia yang berkuasa terhadap jagad raya semesta dan mengingatkan aku untuk selalu mensyukuri setiap jengkal nikmat-Nya.

Sayang sekali, langit berjuntai awan hitam dan rinai gerimis sedikit membuat mood ku turun untuk mengabadikannya dalam lensa kamera.  Tapi aku tidak kehilangan momen dahsyat ini, mata telanjangku lebih tajam, lebih jeli menangkap setiap detail keindahan luar biasa ini dan kemudian menyimpannya dalam  memori otak… suatu saat aku bisa kembali membukanya, mengenangnya dan bahkan mungkin mengajakku kembali untuk menikmati pesona pantai ini.




Mundur beberapa meter dari  deburan ombak yang tiada henti ini, dua batu karang berbentuk kerucut tegak menjulang ke langit, seakan-akan menjadi tembok penahan abrasi pantai.  Butiran halus pasir putih membentang sepanjang pantai dengan posisi sedikit curam ke arah pantai. 


Air jernih berwarna kebiruan dengan biota-biota laut yang masih bertebaran di sela-sela karang menandakan pantai ini masih bersih dari bahan-bahan yang  mencemarinya. 


Pantai Sawarna, begitu orang mengenalnya.

Pantai ini terletak di Desa Sawarna, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak Banten.  Persisnya di bagian selatan Banten.  Sebenarnya di Sawarna ini ada beberapa pantai yang sangat menarik, diantaranya Pantai Tanjung Layar, Pantai Karang Taraje, Pantai Legon Pari, Pantai Karang Beureum dan lain-lain. 

Letak pantai-pantai ini sebenarnya tidak terlalu berjauhan.  Tetapi karena lemahnya infrastruktur dan kurangnya perhatian dari pemerintah sehingga menyulitkan para wisatawan untuk menyambangi pantai-pantai ini  dalam sekali perjalanan.




Bayangkan, untuk sampai ke Pantai Sawarna aku dan keluargaku harus melintasi jembatan gantung yang berayun ketika diinjak, setelah itu melewati jalan setapak tanah berbatu yang sempit dan penuh rumput  ilalang liar dengan mengendarai motor ojek.  Untuk kedua putriku dan mungkin banyak anak-anak perempuan di luar sana yang tidak biasa mengendarai ojek, transportasi model begini sangatlah beresiko.


Entahlah, sulit memahami mengapa pemerintah belum melirik lokasi wisata Pantai Sawarna ini.  Padahal, masyarakat setempat sangat ‘welcome’ dengan para pengunjung.   Antusias masyarakat sangat terlihat dari keramahan dan keinginan mereka untuk melayani dan mengantarkan para pengunjung ke lokasi pantai.  Kedai-kedai makan yang menyajikan menu khas pantai ikan bakar pun cukup banyak.  Home stay-home stay  sederhana dengan kisaran harga 400-500 ribu rupiah permalam juga mereka sediakan untuk wisatawan yang ingin bermalam.  Meski  dengan fasilitas yang serba apa adanya karena keterbatasan dana dan sebagainya.


Tiba-tiba imajinasiku melambung, berangan suatu saat aku menjadi investor yang mengelola kawasan Pantai Sawarna ini.  Pertama aku ingin memperbaiki infrastruktur jalan yang bisa dilalui kendaraan roda empat yang menembus langsung ke lokasi Pantai Sawarna dan menghubungkan ke pantai-pantai lainnya.  Kedua, membangun cottage, bungalow, vila atau sejenisnya di pinggiran pantai dengan tarif terjangkau, agar bisa lebih nyaman menyaksikan sunset atau sunrise.  Ketiga, membangun resto, kedai-kedai makan dan kios-kios souvenir dengan memberdayakan masyarakat setempat membuat kerajinan khas yang berbasis home industry.  Keempat, membangun jembatan hingga melewati benteng karang agar pengunjung lebih nyaman menikmati semburan ombak.  Kelima, keenam…..dan seterusnya yang pada prinsipnya kawasan ini dapat dinikmati dengan nyaman oleh semua lapisan, mendatangkan pendapatan daerah, mensejahterakan rakyat dan memperkenalkan keindahan alam Indonesia di mata Internasional karena makin banyaknya wisatawan manca negara yang ingin surfing atau berselancar di Pantai Sawarna ini.


Hmmm,…. Semoga saja di waktu-waktu yang akan datang ada investor yang tertarik untuk mengelola kawasan Pantai Sawarna ini.  Dan, aku pun akan kembali berkunjung ke Pantai Sawarna ini sebagai wisatawan, bukan sebagai investor ya……hehehhe  *mimpi kali ye, gue bisa jadi investor…




Tak terasa, sore menjelang.  Rinai gerimis mereda, gurat-gurat kemerahan mulai menghiasi langit.  Dan saat-saat seperti inilah yang sangat aku nantikan.  Aku mulai memainkan settingan di kamera Nikonku, menangkap senja yang begitu sempurna di mataku.  Subhanallah,  Indahnya lukisan-Mu.


15 komentar:

  1. batu2nya eksotis ya hampir mirip dg batu2an di pantai di belitung,aku suka dg pantai

    BalasHapus
    Balasan
    1. Samaa...aku suka bgt dg pantai... sptnya banyakan view batu2 di belitung deh mbak.... cuma ombaknya itu yg menakjubkan....makasih ya mbak dh berkunjung :)

      Hapus
  2. Subhannallah...lukisan alam yang menakjubkan ya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak...indah bgt tp sayang blm dikelola dg baik

      Hapus
  3. saya yg tinggal di Serang, belum pernah kesitu hiks...
    pengen banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaahh...hayu atuh mbak santi.... sambil lunch di pinggir pantai pas weekend... mksh ya mbak dh berkunjung :)

      Hapus
  4. ngelewatin jembatan itu kayaknya syereem ya mbaak, aku takut berjalan di ketinggian soale, apalagi jembatannya goyang2 >.<

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak rada2 ngeri gimana gitu.... tp ada serunya jg sih.... kan jarang2...hehee...mksh ya mbak udh mampir :)

      Hapus
  5. Mbaaakk...ke karang taraje nya gak? Jembatan menuju karang taraje lebih ekstreem..Dari sawarna nya naik ojeg 100rb/orang hehe

    Pemandangannya emang ruar biasa..

    BalasHapus
  6. Mbaaakk...ke karang taraje nya gak? Jembatan menuju karang taraje lebih ekstreem..Dari sawarna nya naik ojeg 100rb/orang hehe

    Pemandangannya emang ruar biasa..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itu dia mbak tika.... tdk sesuai dg rencana semula...ank2ku kapok naek ojek...jadilah hanya sampe di tanjung layar...mdh2an di wkt yg akn datang akses kesana lbh mudah dan nyaman.....mksh ya mbak dh berkunjung :)

      Hapus
  7. wah,perjuangan banget..ngeri2 sedap pas lewat jembatannya hehehe

    BalasHapus
  8. pengin lewat jembatan goyang kayaknya menantang sekali... :)

    BalasHapus

Aku dan Lock Down-Virus Corona (Covid19)

Aku tiba-tiba merasa berada dalam dunia unreal, antara percaya dan tidak dengan apa yang sedang aku alami saat ini. Tepatnya hari senin 1...