Aku tiba-tiba merasa berada dalam dunia unreal, antara percaya dan tidak dengan apa yang sedang aku alami saat ini.
Tepatnya hari senin 16 Maret 2020, hari dimana seharusnya aku mengumpulkan ujian take home mata kuliah Metode Penelitian Keluarga dan Anak yang diampu oleh dosen kesayangan Ibu doktor Herien Puspitawati. Sebenarnya, Sejak hari minggu aku sudah menyelesaikan semua soal yang diujikan dan berencana keesokan harinya sepagi mungkin untuk kembali ke kampus dan mengumpulkan tugas tersebut agar aku bisa melanjutkan persiapan UTS mata kuliah lainnya yang akan berakhir pada tanggal 20 Maret 2020.
Tiba-tiba, aku membaca update berita bahwa Gubernur Jakarta memutuskan Lock Down untuk semua warga Jakarta dan sekitarnya karena jumlah pasien positif Corona terus bertambah. Dan Lock Down dimaksudkan untuk memutus rantai penyebaran virus yang sangat cepat penularannya tersebut.
Lock Down ??? lock down artinya harus menghentikan semua aktivitas di luar rumah!!!
Beragam perasaan muncul campur aduk, antara senang, sedih, bingung, dan pastinya antara percaya dan tidak apakah hal ini bisa benar-benar terwujud? Dan tidak terbayang sama sekali akan seperti apa aku akan menjalani aktifitas keseharian tanpa boleh keluar rumah. Berbagai pertanyaan pun memenuhi ruang bathinku. Bagaimana dengan UTS yang baru setengah berjalan? bagaimana dengan kuliah lanjutan setelah UTS, bagaimana dengan tesisku yang masih banyak butuh konsultasi dan diskusi dengan dosen pembimbing, dan sederet pertanyaan-pertanyaan lain yang sungguh aku tak bisa membayangkannya saat itu. Akhirnya satu-persatu pertanyaanku terjawab lewat info-info yang berseliweran di grup whatsapp. Mulai dari pemberitahuan resmi dari rektor IPB yang memutuskan semua kegitan di kampus akan dilakukan secara online mulai tanggal 16 Maret hingga akhir Mei 2020, sampai pengumuman teknis bagaimana ujian dan kuliah online berlangsung dengan menggunakan berbagai aplikasi yang bisa dikatakan masih asing bagi semua mahasiswa.
Hari ini, hampir genap dua pekan aku melakukan semua aktifitas dari rumah. Ujian Tengah Semester, Alhamdulillah selesai untuk semua mata kuliah, tinggal menunggu teknis pelaksanaan kuliah dan praktikum online dari masing-masing dosen pengampu mata kuliah. Tesis? Dengan berat hati, aku harus mengikhlaskan penundaan untuk berkonsultasi langsung, sambil mencari literatur dan pendalaman variabel yang menjadi fokus penelitianku. Aku yakin bahkan haqqul yakin, semua ini adalah skenario terbaik dari-Nya. Poin paling penting adalah, aku harus tetap berpikir dan bersikap positif dengan segala yang aku hadapi saat ini.
Dengan mewabahnya virus Corona ini sudah seharusnya menyadarkan banyak manusia bahwa, ada sesuatu yang Maha Dahsyat di balik alam semesta yang dihuni oleh manusia selama ini. Sebuah peringatan, sentilan, bagi manusia-manusia yang masih menggunakan penalaran akal sehatnya, bahwa bumi yang dipijak ini bertuan, ada yang memilikinya. Dan ketika Sang pemilik menginginkan sesuatu terhadap apa yang Dia miliki, maka Kun Fayakun, Jadilah, Maka Jadilah! Dan manusia tak mampu berkutik sedikitpun.
Mungkin bumi ini lelah menyaksikan ulah-ulah manusia yang berada di atasnya...atau bisa jadi bumi bosan dengan berbagai kedzoliman, ketidakadilan, kemaksiyatan yang tidak pernah berhenti dari waktu ke waktu,...atau apalah...entahlah apapun itu, kita sebagai manusia tidak layak untuk menghakimi. Tugas kita adalah pandai-pandai memetik hikmah dari kejadian ini.
Apa hikmah yang bisa dipetik???
Wait....tunggu tulisan berikutnya ya...
aku pamit dulu, see you soon....
Wassalam-Nan Dj
Nani Djabar and Family
Mengabadikan setiap momen dalam lensa kamera dan kata-kata....
Jumat, 27 Maret 2020
Selasa, 20 Februari 2018
Rindu Laut, Bermalam di Pulau Umang
Seketika rindu itu membuncah karena hampir
satu setengah tahun aku tidak melihat dan merasakan aroma laut. Selain karena memang kondisiku yang saat itu
sedang hamil di usia kepala empat, sehingga aku harus menjaga janinku lebih
ekstra. Dan juga karena si sulung yang sudah mulai asyik tenggelam dengan berbagai
aktivitas di kampusnya, semakin banyak kegiatan dan semakin sulit untuk mencari
waktu libur bersamaan.
Menerima dan sabar begitulah kira-kira
kata yang sering aku gemakan untuk diriku sendiri ketika keinginan untuk
menikmati laut tiba-tiba menyeruak, semua akan ada saatnya, imbuhku menghibur
diri.
Tanpa aku duga, menjelang weekend beberapa bulan yang lalu, si
sulung menelpon dan mengatakan bahwa akhir pekan dia tidak ada kegiatan dan
bisa pulang ke rumah. Berita ini membuat
aku berbinar-binar, apalagi baru beberapa bulan putri bungsuku di panggil Allah
membuat kondisi psikisku belum seutuhnya pulih ditambah lagi aku terserang baby blues yang cukup berat, kala itu.
Langsung ku utarakan keinginanku untuk
menikmati weekend di pinggir pantai,
seperti biasa anak sulungku menyambut dengan suka cita dan tentu saja suami
dan putri keduaku pun serta merta mengiyakan.
Seringkali, kami belum tahu pantai
mana yang ingin kami tuju sementara waktu sudah sangat mepet dan segala
sesuatunya belum disiapkan??
Aku langsung semangat berselancar di
dunia maya mencari kira-kira mana pantai
yang belum kami kunjungi di sekitar jawa barat. Setelah klik
sana sini aku memutuskan pilihan untuk mengunjungi Pulau Umang, dengan
pertimbangan masih bisa dijangkau dengan kendaraan roda empat, dan berdasarkan
beberapa review yang aku baca, pulau
ini adalah pulau eksotis dengan fasilitas lengkap yang dirancang oleh pihak
swasta untuk menikmati liburan nyaman di tengah laut. Hmm, menarik bukan??
Pulau Umang adalah pulau yang terletak di
provinsi Banten, persisnya berdekatan
dengan Ujung Kulon. Luas Pulau Umang ini
mencapai 5 Ha, berbatasan langsung dengan Selat Sunda dengan kisaran ombak yang
relatif kecil dibandingkan dengan ombak selatan yang terkenal berarus kuat.
Kami memulai perjalanan sebelum sunrise, lebih kurang 7 jam perjalanan
dengan kecepatan normal melewati jalur tol Jakarta –Merak, kemudian keluar
gerbang tol Cilegon Barat dan seterusnya menyusuri wilayah pesisir Anyer hingga
tiba di Labuan dan mengikuti jalur menuju Desa Sumur. Di Desa Sumur persis di
pinggir pantai terdapat loket penyeberangan menuju Pulau Umang. Dan disini juga disediakan lahan parkir untuk
para pengunjung yang dijaga keamanannya oleh pihak Resort Pulau Umang.
Karena kami sudah booking tempat/cottage
di Pulau Umang maka kami sudah tidak lagi dipungut biaya penyeberangan sebesar
100 ribu/orang.
Lebih kurang 7 menit berada di speed boat
terbuka tanpa atap, menuju Pulau Umang.
Riak air laut yang bening tersapu laju speed boat, udara khas laut yang
menampar-nampar pipi dan pemandangan hijau di pulau depan sana merupakan
kombinasi sempurna menuntaskan kerinduanku pada laut, Subhanallah bahagia itu
sangat mudah, jika kita mudah bersyukur. Alhamdulillah…
Sampai di darmaga kami disambut hangat
oleh pihak cottage Pulau Umang. Barang-barang
diturunkan dari speed boat dan seorang wanita menyapa dengan senyum ramah
mengajak kami menyusuri jembatan menuju lobi.
Di lobi, kami dipersilahkan beristirahat sejenak sambil menikmati welcome drink berupa orange juice segar.
Aku menyandarkan punggung di sofa empuk
yang warnanya sudah mulai pudar di makan waktu.
Mataku menyapu ke semua sudut lobi yang luas terbuka tanpa dinding. Sepertinya memang sengaja didesain terbuka
agar para pengunjung tetap bisa merasakan sensasi udara dan view pantai yang hanya berjarak beberapa
puluh meter saja.
Lantai, tiang-tiang lobi, atap, jendela
dan semua kontruksinya berbahan dasar kayu.
Terlihat klasik dan dirancang dengan penuh perencanaan. Tapi sayang, kurang menarik di mataku karena
semuanya terlihat sudah sangat berusia dan kurang mendapatkan perawatan dengan
baik.
Selang beberapa menit kemudian kami
diantar oleh petugas untuk beristirahat di kamar cottage yang sudah kami
booking sebelumnya.
Melewati hutan kecil, taman-taman bunga
yang sepertinya sudah lama tidak tersentuh tangan manusia. Daun-daun kering bertebaran di jalan setapak
diantara ayunan langkah kaki dan semak-semak yang mulai rimbun, sampailah kami
di cottage yang desainnya seperti rumah semi panggung dengan dua lantai. Selintas terlihat klasik karena semuanya dominan
berbahan kayu.
Kesan pertama memasuki kamar cottage ini
luas dan klasik. Toiletnya juga sangat
luas dan terkesan menyatu dengan alam karena atapnya yang tinggi dan lantai
yang berbahanbatu-batu alam didesain sedemikian rupa seolah-olah sedang berada
di alam terbuka. Tapi, lagi-lagi aku
mengernyitkan dahi. Karena semuanya
terlihat sudah sangat usang dan tidak terawat.
Apalagi ketika jari-jariku bisa melukis sesuatu di atas meja yang
dilapisi butiran debu, hmmm… dan kami
pun saling berpandangan kemudian menyunggingkan senyum. Itulah kami! Bersyukur dan menerima semua
keadaan dengan senyum bahagia ketika melakukan traveling kemanapun meski
kondisinya dibawah ekspektasi kami.
Tak terasa sore menjelang. Aku bergegas keluar dari cottage. Teras cottage yang hanya berjarak beberapa
meter saja dengan bibir pantai menjadi sebuah view yang sangat memikat.
Suara ombak yang menderu-deru, sesekali
ditimpali kicau burung di pepohonan dan menyaksikan batu-batu karang dengan beragam
bentuk uniknya membuat suasana sore itu semakin menyenangkan.
Senjapun menjelang. Gerimis meningkahi bumi dan langit berkabut
awan hitam. Aku kesana kemari
mencari-cari posisi yang memungkinkan kedua bola mata menyaksikan pijar-pijar
warna jingga keemasan. Sampai jari-jari
kakiku berteriak perih, tak kutemukan bias warna mentari.
***
Malam di Pulau Umang, terasa begitu
pekat. Hanya diterangi lampu-lampu taman
kami menyusuri jalan setapak untuk makan malam di restoran. Sedikit berdiri bulu kuduk, apalagi setelah
sempat menyaksikan beberapa bayi komodo melintas diantara semak-semak.
Saat itu restoran cukup ramai dipenuhi
para pengunjung dari satu perusahaan yang sedang mengadakan family gathering. Suara gaduh obrolan, tawa dan musik bercampur
jadi satu membuat telingaku bising. Aku
kurang nyaman dengan suasana seperti ini.
Aku dan keluargaku mengambil posisi meja di ruangan yang berbeda,
berharap tidak terlalu terdengar hingar bingar suara alunan musik dari
depan. Kupercepat suap demi suapan,
kedua putri dan suamiku juga demikian, dan akhirnya kami menikmati suasana malam
di kamar cottage ditemani suara ombak yang menghempas karang dan sesekali
terdengar alunan suara jangkrik dan binatang-binatang malam. Ah, serasa sedang bermalam di tengah hutan
belantara.
***
Sunrise adalah saat-saat yang paling aku
tunggu. Usai sholat subuh aku mengintip
ke jendela memastikan apakah cuaca berpihak padaku dan aku bisa memainkan
kameraku untuk menangkap keindahan saat-saat menjelang matahari terbit. Dan sepertinya aku harus kembali mengelus
dada, cuaca tidak secerah yang aku inginkan.
Kami menelusuri tepian pulau. Berkeliling sembari menikmati udara pagi dan
birunya air laut.
Airnya yang bening kebiruan, kadang sedikit
kehijauan ketika diterpa mentari cukuplah menunjukkan bahwa tempat ini masih
alami dan belum tercemar. Pasirnya halus
berwarna putih, koral warna warni bertebaran di tepian pantai bahkan tumbuhan
hijau seperti lumut dan sejenisnya terlihat jelas di kedalaman selutut orang
dewasa.
Langkah kaki kami terus berayun sambil
sesekali mengambil gambar. Ada sisa-sisa
pohon bakau yang masih bertahan di pinggiran pantai. Beberapa hanyut ke tengah, mungkin terbawa arus
saat air pasang, tetapi tetap kokoh berdiri membentuk pulau kecil yang justru
terlihat unik dan indah dipandang mata.
Tak terasa, setengah pulau sudah kami
telusuri, dan kami masih ingin terus berjalan mengitari semuanya.
Di bagian paling belakang, beberapa
cottage terlihat sangat kotor, bahkan semak-semak yang berjuntai memanjang
seolah berlomba untuk menutupi atap cottage.
Sayang sekali, sepertinya pulau ini sangat kurang terawat. Padahal dari batu peresmian yang aku temukan
di sekitar taman, pulau ini baru diresmikan oleh Gubernur Banten pada tahun
2010, sekitar 7 tahun yang lalu.
Aku prediksi, di awal-awal tahun
peresmian, pulau ini adalah pulau eksotis dengan fasilitas mewah yang sangat
nyaman dan bergengsi. Itu sangat jelas
terlihat dari lengkapnya fasilitas dan gaya bangunan yang sangat mengutamakan
kenyamanan pengunjung. Sekali lagi
sangat disayangkan karena kurang perawatan sehingga semuanya terkesan
terbengkalai. Konon katanya pemilik
pulau beralih ke bisnis lain yang lebih menjanjikan sehingga Pulau Umang kurang
mendapat perhatian.
Pada sisi pulau berikutnya terdapat gazebo-gazebo
yang menghadap ke pantai dengan hamparan pasir yang luas. Anak-anak bisa bermain pasir dan air disini
dengan aman. Ada juga taman bermain yang khusus diperuntukkan anak usia 5 tahun
ke bawah, berupa ayunan, prosotan dan lain-lain.
Tidak jauh dari gazebo disediakan
kursi-kursi pantai tempat bersandar menikmati alam. Ada café kecil yang menyediakan makanan
ringan dan pohon-pohon kelapa menjulang menambah suasana santai semakin menyenangkan.
Disini juga disediakan olahraga air
seperti banana boat, snorkeling dan sky pantai bagi pengunjung yang berminat.
Dan di bagian depan, tidak jauh dari lobi
terdapat kolam renang yang didesain seolah menyatu dengan air laut. Para pengunjung banyak yang menghabiskan
waktu pagi atau sore dengan berenang di kolam terbuka tersebut.
Akhirnya, tuntas sudah rasa penasaran ini
untuk mengelilingi Pulau Umang.
Aku duduk santai di salah satu kursi di
bawah pohon-pohon kelapa. Sambil
mengutak atik foto-foto yang ada di kamera, senyumku mengembang menyaksikan
dari kejauhan kedua putriku dan suamiku asyik bermain badminton dan sesekali
bermain bola pantai. Hidup terasa
sempurna ketika kita bisa saling berbagi tawa dengan orang-orang terkasih.
Waktu begitu cepat berlari. Sarapan pagi telah terhidang di resto untuk
dinikmati oleh para pengunjung.
Menjelang tengah hari, setelah makan siang
dengan beragam menu kombinasi Asia-Eropa, kami memutuskan untuk memulai
perjalanan kembali ke rumah.
Bagi kami, semua perjalanan itu
indah. Perjalanan jugalah yang banyak
mengajarkan kepada kami tentang rasa syukur, mandiri, disiplin, kepedulian, kesabaran dan ketangguhan. Maka, berjalanlah…karena sesungguhnya hidup
ini adalah perjalanan. [Nani Djabar]
***
Jumat, 10 November 2017
Menikmati Udara Lembang, Menghirup Aroma Eropa di Farm House
Dingin udara Lembang mulai terasa di sekujur tubuh saat mobil kami berhenti dan istirahat sejenak meluruskan persendian setelah 4 jam perjalanan dari Bekasi.
Hawa sejuk khas pegunungan yang menyegarkan, kontur jalan naik turun dengan bukit-bukit menghijau membuka kembali memoriku saat berada di Monaco pada musim dingin beberapa tahun yang lalu. Kurentangkan kedua tangan, kutarik nafas dalam-dalam sembari memejamkan mata dan mengucap syukur betapa indah dan sejuknya semesta Mu.
Lembang memang sarat destinasi wisata. Di sepanjang jalan menuju hotel tempat kami menginap satu persatu tempat-tempat wisata terlewati dengan jarak yang tidak begitu berjauhan. Udara sejuk, tempat wisata bertebaran dan kuliner khas yang memanjakan lidah merupakan kombinasi yang sempurna sebagai pilihan untuk bersantai di akhir pekan bersama orang-orang yang kita cintai.
Menjelang tengah hari, saat mentari mulai menghangat, kami sampai di Hotel Sandal Woods, hotel tempat kami menginap yang sudah kami booking sebelumnya. Tampilan hotel dari depan sangat biasa bahkan terkesan sangat sederhana menurutku dibanding rate kamar hotel yang berkisar diatas satu jutaan/malam.
Langkah kakiku sedikit enggan memasuki lobi hotel, sementara pikiranku masih bertanya-tanya "kok gak seperti yang aku liat di websitenya, kecele deh" bathinku.
Tanpa aku sadari suamiku sudah chek in dan kedua putriku sudah masuk duluan ke ruang lobi.
Aku terperanjat ketika salah seorang dari putriku melambaikan tangannya mengajak aku memasuki ruangan besar di bagian dalam. Ternyata dugaanku salah. Hotel ini sangat berkonsep. Ada sebuah ruangan besar yang terhubung dengan alam terbuka, dengan kursi dan sofa- sofa yang tertata apik. Sudut-sudut ruangan terdapat benda-benda unik miniatur eropa dipercantik lampu remang warna warni. Di seberangnya terdapat kolam renang dengan air yang biru jernih dan disekelilingnya ada bangunan tinggi dengan warna dan model yang klasik.
Tiba-tiba aku merasa seperti sedang berada di Eropa,
Benar, sang pemilik hotel yang pernah bersekolah dan tinggal lama di Eropa sengaja mendesain hotel ini bernuansa Eropa. Sama dengan tempat wisata Farm House dan D'Ranch yang juga miliknya. Hanya floating market, dan rumah sosis yang tidak dikelola dengan konsep Eropa, celoteh resepsionis dengan wajah sumringah ketika aku menyampaikan rasa ingin tauku.
Aku tidak sabar untuk segera mengunjungi tempat-tempat wisatanya. Usai melaksanakan kewajiban pada Sang Maha, kami langsung meluncur ke Floating Market yang tidak jauh dari hotel tempat kami menginap. Sayang sekali, ekspektasiku terhadap pasar terapung ini mungkin terlanjur tinggi. Dalam bayanganku, kami bisa manaiki perahu dan bertransaksi jual beli di atas air layaknya Floating Market yang ada di Bangkok atau Kalimantan. Ternyata disini hanya ada para penjual beragam kuliner, diatas tempat yang berbentuk perahu diam yang dipasang berjejer di pinggiran danau.
Hmmm, aku sempat tercenung dan akhirnya tidak lama memutuskan untuk segera keluar menuju tempat wisata Farm House susu Lembang.
Lima belas menit berlalu. Kami sudah memasuki halaman parkir yang sangat luas di area wisata farm house. Kubuang jauh-jauh segala harapan tentang indahnya wisata ini. Sudahlah aku hanya ingin menikmati kebersamaan bersama keluargaku tercinta. Bagaimanapun suasananya aku sudah sangat bahagia bisa melalui akhir pekan bersama orang-orang yang aku cintai.
Tempat wisata ini sepertinya cukup luas. Dari halaman parkir menuju pintu masuk cukup jauh. selintas terlihat asri dan sangat menarik.
Gerimis kecil menemani langkah-langkah kaki kami menuju pintu masuk yang tiketnya bisa ditukar dengan 1 cup susu atau jus atau 1 menu makanan yang ada di resto farm house.
Pandanganku menyapu ke setiap penjuru. Wow Menarik!!! gumamku dalam hati.
Kedua putriku langsung menyambangi kandang-kandang ternak yang ditata sedemikian menarik. Ada iguana, angsa, burung, kelinci, kambing, sapi dan lain-lain. Iya, Farm House ini merupakan tempat wisata di alam terbuka yang berkonsep perkebunan dan peternakan dengan setting dan landscape yang dikelola sedemikian rupa sehingga pengunjung merasakan seolah-olah sedang berada di Eropa.
Gerimis sesekali masih terasa menyentuh pipi. Udara dingin, taman dengan bunga mekar warna warni dan bangunan-bangunan klasik semakin mengentalkan rasa Eropa.
Banyak yang bisa dinikmati di tempat ini. Kamu yang suka kuliner bisa mengunjungi Resto yang pernak pernik ornamennya Eropa banget dan menu-menunya juga lengkap dari lokal hingga menu khas eropa yang maknyus di lidah ada disini.
Yang suka fotografi, disini tempatnya spot-spot cantik ala Eropa dan kamu bisa jeprat jepret sepuasnya.
Yang suka selfie, kamupun bisa berselfie ria menggunakan kostum ala princes Eropa yang bisa disewa dengan harga yang sangat terjangkau, sekitar 50 ribu per kostum.
Atau kamu juga bisa sekedar menikmati waktu bersama keluarga tercinta dengan menelusuri lorong-lorong taman yang indah, melihat detail rumah hobbit, duduk-duduk bersantai di sudut-sudut taman sembari menghirup hawa sejuk, menyegarkan mata sekaligus pikiran.
Tak terasa, senjapun usai diantara gerimis dan mendung. Sayap malam mulai mengembang. Lampu-lampu temaram di taman mulai menyala. Membuat suasana menjadi semakin indah dan romantis. Tapi sayang, pekat malam menggiring kami untuk segera beristirahat dan sebelum kembali ke hotel kami menyempatkan berbelanja souvenir yang dijajakan di atas mobil unik dengan beberapa anak tangga bertabur bunga.
Jujur, aku masih menyimpan rasa rindu di tempat ini. Semoga ada kesempatan lagi untuk bisa kembali kesini.
###
Wassalam,
Nan Djabar
Hawa sejuk khas pegunungan yang menyegarkan, kontur jalan naik turun dengan bukit-bukit menghijau membuka kembali memoriku saat berada di Monaco pada musim dingin beberapa tahun yang lalu. Kurentangkan kedua tangan, kutarik nafas dalam-dalam sembari memejamkan mata dan mengucap syukur betapa indah dan sejuknya semesta Mu.
Lembang memang sarat destinasi wisata. Di sepanjang jalan menuju hotel tempat kami menginap satu persatu tempat-tempat wisata terlewati dengan jarak yang tidak begitu berjauhan. Udara sejuk, tempat wisata bertebaran dan kuliner khas yang memanjakan lidah merupakan kombinasi yang sempurna sebagai pilihan untuk bersantai di akhir pekan bersama orang-orang yang kita cintai.
Menjelang tengah hari, saat mentari mulai menghangat, kami sampai di Hotel Sandal Woods, hotel tempat kami menginap yang sudah kami booking sebelumnya. Tampilan hotel dari depan sangat biasa bahkan terkesan sangat sederhana menurutku dibanding rate kamar hotel yang berkisar diatas satu jutaan/malam.
Hotel Sandal Woods
|
Langkah kakiku sedikit enggan memasuki lobi hotel, sementara pikiranku masih bertanya-tanya "kok gak seperti yang aku liat di websitenya, kecele deh" bathinku.
Tanpa aku sadari suamiku sudah chek in dan kedua putriku sudah masuk duluan ke ruang lobi.
Aku terperanjat ketika salah seorang dari putriku melambaikan tangannya mengajak aku memasuki ruangan besar di bagian dalam. Ternyata dugaanku salah. Hotel ini sangat berkonsep. Ada sebuah ruangan besar yang terhubung dengan alam terbuka, dengan kursi dan sofa- sofa yang tertata apik. Sudut-sudut ruangan terdapat benda-benda unik miniatur eropa dipercantik lampu remang warna warni. Di seberangnya terdapat kolam renang dengan air yang biru jernih dan disekelilingnya ada bangunan tinggi dengan warna dan model yang klasik.
Tiba-tiba aku merasa seperti sedang berada di Eropa,
Benar, sang pemilik hotel yang pernah bersekolah dan tinggal lama di Eropa sengaja mendesain hotel ini bernuansa Eropa. Sama dengan tempat wisata Farm House dan D'Ranch yang juga miliknya. Hanya floating market, dan rumah sosis yang tidak dikelola dengan konsep Eropa, celoteh resepsionis dengan wajah sumringah ketika aku menyampaikan rasa ingin tauku.
Aku tidak sabar untuk segera mengunjungi tempat-tempat wisatanya. Usai melaksanakan kewajiban pada Sang Maha, kami langsung meluncur ke Floating Market yang tidak jauh dari hotel tempat kami menginap. Sayang sekali, ekspektasiku terhadap pasar terapung ini mungkin terlanjur tinggi. Dalam bayanganku, kami bisa manaiki perahu dan bertransaksi jual beli di atas air layaknya Floating Market yang ada di Bangkok atau Kalimantan. Ternyata disini hanya ada para penjual beragam kuliner, diatas tempat yang berbentuk perahu diam yang dipasang berjejer di pinggiran danau.
Hmmm, aku sempat tercenung dan akhirnya tidak lama memutuskan untuk segera keluar menuju tempat wisata Farm House susu Lembang.
Lima belas menit berlalu. Kami sudah memasuki halaman parkir yang sangat luas di area wisata farm house. Kubuang jauh-jauh segala harapan tentang indahnya wisata ini. Sudahlah aku hanya ingin menikmati kebersamaan bersama keluargaku tercinta. Bagaimanapun suasananya aku sudah sangat bahagia bisa melalui akhir pekan bersama orang-orang yang aku cintai.
Tempat wisata ini sepertinya cukup luas. Dari halaman parkir menuju pintu masuk cukup jauh. selintas terlihat asri dan sangat menarik.
Gerimis kecil menemani langkah-langkah kaki kami menuju pintu masuk yang tiketnya bisa ditukar dengan 1 cup susu atau jus atau 1 menu makanan yang ada di resto farm house.
Pandanganku menyapu ke setiap penjuru. Wow Menarik!!! gumamku dalam hati.
Kedua putriku langsung menyambangi kandang-kandang ternak yang ditata sedemikian menarik. Ada iguana, angsa, burung, kelinci, kambing, sapi dan lain-lain. Iya, Farm House ini merupakan tempat wisata di alam terbuka yang berkonsep perkebunan dan peternakan dengan setting dan landscape yang dikelola sedemikian rupa sehingga pengunjung merasakan seolah-olah sedang berada di Eropa.
Gerimis sesekali masih terasa menyentuh pipi. Udara dingin, taman dengan bunga mekar warna warni dan bangunan-bangunan klasik semakin mengentalkan rasa Eropa.
Banyak yang bisa dinikmati di tempat ini. Kamu yang suka kuliner bisa mengunjungi Resto yang pernak pernik ornamennya Eropa banget dan menu-menunya juga lengkap dari lokal hingga menu khas eropa yang maknyus di lidah ada disini.
Yang suka fotografi, disini tempatnya spot-spot cantik ala Eropa dan kamu bisa jeprat jepret sepuasnya.
Yang suka selfie, kamupun bisa berselfie ria menggunakan kostum ala princes Eropa yang bisa disewa dengan harga yang sangat terjangkau, sekitar 50 ribu per kostum.
Atau kamu juga bisa sekedar menikmati waktu bersama keluarga tercinta dengan menelusuri lorong-lorong taman yang indah, melihat detail rumah hobbit, duduk-duduk bersantai di sudut-sudut taman sembari menghirup hawa sejuk, menyegarkan mata sekaligus pikiran.
Tak terasa, senjapun usai diantara gerimis dan mendung. Sayap malam mulai mengembang. Lampu-lampu temaram di taman mulai menyala. Membuat suasana menjadi semakin indah dan romantis. Tapi sayang, pekat malam menggiring kami untuk segera beristirahat dan sebelum kembali ke hotel kami menyempatkan berbelanja souvenir yang dijajakan di atas mobil unik dengan beberapa anak tangga bertabur bunga.
Jujur, aku masih menyimpan rasa rindu di tempat ini. Semoga ada kesempatan lagi untuk bisa kembali kesini.
###
Wassalam,
Nan Djabar
Selasa, 07 November 2017
Sekelumit Wajah Kuala Lumpur
Langganan:
Postingan (Atom)
Aku dan Lock Down-Virus Corona (Covid19)
Aku tiba-tiba merasa berada dalam dunia unreal, antara percaya dan tidak dengan apa yang sedang aku alami saat ini. Tepatnya hari senin 1...
-
dokpri Ingin Liburan ke Mount Titlis, Ini Tips-nya. Halo sobat, rasanya luamaa banget gak update blog. Kangeenn!!! Gak be...
-
Apa yang terlintas di benakmu ketika mendengar kata Eropa??? Sebuah peradaban yang tinggi, negara-negara industri besar yang maju, tempat ...
-
Seketika r indu itu membuncah karena hampir satu setengah tahun aku tidak melihat dan merasakan aroma laut. Selain karena memang kondi...