Selasa, 20 Februari 2018

Rindu Laut, Bermalam di Pulau Umang


Seketika rindu itu membuncah karena hampir satu setengah tahun aku tidak melihat dan merasakan aroma laut.  Selain karena memang kondisiku yang saat itu sedang hamil di usia kepala empat, sehingga aku harus menjaga janinku lebih ekstra. Dan juga karena si sulung yang sudah mulai asyik tenggelam dengan berbagai aktivitas di kampusnya, semakin banyak kegiatan dan semakin sulit untuk mencari waktu libur bersamaan.
Menerima dan sabar begitulah kira-kira kata yang sering aku gemakan untuk diriku sendiri ketika keinginan untuk menikmati laut tiba-tiba menyeruak, semua akan ada saatnya, imbuhku menghibur diri. 
Tanpa aku duga, menjelang weekend beberapa bulan yang lalu, si sulung menelpon dan mengatakan bahwa akhir pekan dia tidak ada kegiatan dan bisa pulang ke rumah.  Berita ini membuat aku berbinar-binar, apalagi baru beberapa bulan putri bungsuku di panggil Allah membuat kondisi psikisku belum seutuhnya pulih ditambah lagi aku terserang baby blues yang cukup berat, kala itu.
Langsung ku utarakan keinginanku untuk menikmati weekend di pinggir pantai, seperti biasa anak sulungku menyambut dengan suka cita dan tentu saja suami dan putri keduaku pun serta merta mengiyakan. 
Seringkali, kami belum tahu pantai mana yang ingin kami tuju sementara waktu sudah sangat mepet dan segala sesuatunya belum disiapkan??

Aku langsung semangat berselancar di dunia  maya mencari kira-kira mana pantai yang belum kami kunjungi di sekitar jawa barat.  Setelah klik  sana sini aku memutuskan pilihan untuk mengunjungi Pulau Umang, dengan pertimbangan masih bisa dijangkau dengan kendaraan roda empat, dan berdasarkan beberapa review yang aku baca, pulau ini adalah pulau eksotis dengan fasilitas lengkap yang dirancang oleh pihak swasta untuk menikmati liburan nyaman di tengah laut.  Hmm, menarik bukan??
Pulau Umang adalah pulau yang terletak di provinsi Banten,  persisnya berdekatan dengan Ujung Kulon.  Luas Pulau Umang ini mencapai 5 Ha, berbatasan langsung dengan Selat Sunda dengan kisaran ombak yang relatif kecil dibandingkan dengan ombak selatan yang terkenal berarus kuat.

Kami memulai perjalanan sebelum sunrise, lebih kurang 7 jam perjalanan dengan kecepatan normal melewati jalur tol Jakarta –Merak, kemudian keluar gerbang tol Cilegon Barat dan seterusnya menyusuri wilayah pesisir Anyer hingga tiba di Labuan dan mengikuti jalur menuju Desa Sumur. Di Desa Sumur persis di pinggir pantai terdapat loket penyeberangan menuju Pulau Umang.  Dan disini juga disediakan lahan parkir untuk para pengunjung yang dijaga keamanannya oleh pihak Resort Pulau Umang.


Karena kami sudah booking tempat/cottage di Pulau Umang maka kami sudah tidak lagi dipungut biaya penyeberangan sebesar 100 ribu/orang.


Lebih kurang 7 menit berada di speed boat terbuka tanpa atap, menuju Pulau Umang.  Riak air laut yang bening tersapu laju speed boat, udara khas laut yang menampar-nampar pipi dan pemandangan hijau di pulau depan sana merupakan kombinasi sempurna menuntaskan kerinduanku pada laut, Subhanallah bahagia itu sangat mudah, jika kita mudah bersyukur. Alhamdulillah…

Sampai di darmaga kami disambut hangat oleh pihak cottage Pulau Umang.  Barang-barang diturunkan dari speed boat dan seorang wanita menyapa dengan senyum ramah mengajak kami menyusuri jembatan menuju lobi.  Di lobi, kami dipersilahkan beristirahat sejenak sambil menikmati welcome drink berupa orange juice segar.
Aku menyandarkan punggung di sofa empuk yang warnanya sudah mulai pudar di makan waktu.  Mataku menyapu ke semua sudut lobi yang luas terbuka tanpa dinding.  Sepertinya memang sengaja didesain terbuka agar para pengunjung tetap bisa merasakan sensasi udara dan view pantai yang hanya berjarak beberapa puluh meter saja.  
Lantai, tiang-tiang lobi, atap, jendela dan semua kontruksinya berbahan dasar kayu.  Terlihat klasik dan dirancang dengan penuh perencanaan.  Tapi sayang, kurang menarik di mataku karena semuanya terlihat sudah sangat berusia dan kurang mendapatkan perawatan dengan baik.
Selang beberapa menit kemudian kami diantar oleh petugas untuk beristirahat di kamar cottage yang sudah kami booking sebelumnya. 
Melewati hutan kecil, taman-taman bunga yang sepertinya sudah lama tidak tersentuh tangan manusia.  Daun-daun kering bertebaran di jalan setapak diantara ayunan langkah kaki dan semak-semak yang mulai rimbun, sampailah kami di cottage yang desainnya seperti rumah semi panggung dengan dua lantai.  Selintas terlihat klasik karena semuanya dominan berbahan kayu.


Kesan pertama memasuki kamar cottage ini luas dan klasik.  Toiletnya juga sangat luas dan terkesan menyatu dengan alam karena atapnya yang tinggi dan lantai yang berbahanbatu-batu alam didesain sedemikian rupa seolah-olah sedang berada di alam terbuka.  Tapi, lagi-lagi aku mengernyitkan dahi.  Karena semuanya terlihat sudah sangat usang dan tidak terawat.  Apalagi ketika jari-jariku bisa melukis sesuatu di atas meja yang dilapisi butiran debu, hmmm…  dan kami pun saling berpandangan kemudian menyunggingkan senyum.  Itulah kami! Bersyukur dan menerima semua keadaan dengan senyum bahagia ketika melakukan traveling kemanapun meski kondisinya dibawah ekspektasi kami. 


Tak terasa sore menjelang.  Aku bergegas keluar dari cottage.  Teras cottage yang hanya berjarak beberapa meter saja dengan bibir pantai menjadi sebuah view yang sangat memikat. 

Suara ombak yang menderu-deru, sesekali ditimpali kicau burung di pepohonan dan menyaksikan batu-batu karang dengan beragam bentuk uniknya membuat suasana sore itu semakin menyenangkan. 

Senjapun menjelang.  Gerimis meningkahi bumi dan langit berkabut awan hitam.  Aku kesana kemari mencari-cari posisi yang memungkinkan kedua bola mata menyaksikan pijar-pijar warna jingga keemasan.  Sampai jari-jari kakiku berteriak perih, tak kutemukan bias warna mentari.

***
Malam di Pulau Umang, terasa begitu pekat.  Hanya diterangi lampu-lampu taman kami menyusuri jalan setapak untuk makan malam di restoran.  Sedikit berdiri bulu kuduk, apalagi setelah sempat menyaksikan beberapa bayi komodo melintas diantara semak-semak.
Saat itu restoran cukup ramai dipenuhi para pengunjung dari satu perusahaan yang sedang mengadakan family gathering.  Suara gaduh obrolan, tawa dan musik bercampur jadi satu membuat telingaku bising.  Aku kurang nyaman dengan suasana seperti ini.  Aku dan keluargaku mengambil posisi meja di ruangan yang berbeda, berharap tidak terlalu terdengar hingar bingar suara alunan musik dari depan.  Kupercepat suap demi suapan, kedua putri dan suamiku juga demikian, dan akhirnya kami menikmati suasana malam di kamar cottage ditemani suara ombak yang menghempas karang dan sesekali terdengar alunan suara jangkrik dan binatang-binatang malam.  Ah, serasa sedang bermalam di tengah hutan belantara.
***
Sunrise adalah saat-saat yang paling aku tunggu.  Usai sholat subuh aku mengintip ke jendela memastikan apakah cuaca berpihak padaku dan aku bisa memainkan kameraku untuk menangkap keindahan saat-saat menjelang matahari terbit.  Dan sepertinya aku harus kembali mengelus dada, cuaca tidak secerah yang aku inginkan. 
Kami menelusuri tepian pulau.   Berkeliling sembari menikmati udara pagi dan birunya air laut.
Airnya yang bening kebiruan, kadang sedikit kehijauan ketika diterpa mentari cukuplah menunjukkan bahwa tempat ini masih alami dan belum tercemar.  Pasirnya halus berwarna putih, koral warna warni bertebaran di tepian pantai bahkan tumbuhan hijau seperti lumut dan sejenisnya terlihat jelas di kedalaman selutut orang dewasa. 
Langkah kaki kami terus berayun sambil sesekali mengambil gambar.  Ada sisa-sisa pohon bakau yang masih bertahan di pinggiran pantai.  Beberapa hanyut ke tengah, mungkin terbawa arus saat air pasang, tetapi tetap kokoh berdiri membentuk pulau kecil yang justru terlihat unik dan indah  dipandang mata.


Tak terasa, setengah pulau sudah kami telusuri, dan kami masih ingin terus berjalan mengitari semuanya.

Di bagian paling belakang, beberapa cottage terlihat sangat kotor, bahkan semak-semak yang berjuntai memanjang seolah berlomba untuk menutupi atap cottage.  Sayang sekali, sepertinya pulau ini sangat kurang terawat.  Padahal dari batu peresmian yang aku temukan di sekitar taman, pulau ini baru diresmikan oleh Gubernur Banten pada tahun 2010, sekitar 7 tahun yang lalu.
Aku prediksi, di awal-awal tahun peresmian, pulau ini adalah pulau eksotis dengan fasilitas mewah yang sangat nyaman dan bergengsi.  Itu sangat jelas terlihat dari lengkapnya fasilitas dan gaya bangunan yang sangat mengutamakan kenyamanan pengunjung.  Sekali lagi sangat disayangkan karena kurang perawatan sehingga semuanya terkesan terbengkalai.  Konon katanya pemilik pulau beralih ke bisnis lain yang lebih menjanjikan sehingga Pulau Umang kurang mendapat perhatian.
Pada sisi pulau berikutnya terdapat gazebo-gazebo yang menghadap ke pantai dengan hamparan pasir yang luas.  Anak-anak bisa bermain pasir dan air disini dengan aman. Ada juga taman bermain yang khusus diperuntukkan anak usia 5 tahun ke bawah, berupa ayunan, prosotan dan lain-lain.
Tidak jauh dari gazebo disediakan kursi-kursi pantai tempat bersandar menikmati alam.  Ada café kecil yang menyediakan makanan ringan dan pohon-pohon kelapa menjulang menambah suasana santai semakin menyenangkan.
Disini juga disediakan olahraga air seperti banana boat, snorkeling dan sky pantai bagi pengunjung yang berminat.
Dan di bagian depan, tidak jauh dari lobi terdapat kolam renang yang didesain seolah menyatu dengan air laut.  Para pengunjung banyak yang menghabiskan waktu pagi atau sore dengan berenang di kolam terbuka tersebut.

Akhirnya, tuntas sudah rasa penasaran ini untuk mengelilingi Pulau Umang. 
Aku duduk santai di salah satu kursi di bawah pohon-pohon kelapa.  Sambil mengutak atik foto-foto yang ada di kamera, senyumku mengembang menyaksikan dari kejauhan kedua putriku dan suamiku asyik bermain badminton dan sesekali bermain bola pantai.  Hidup terasa sempurna ketika kita bisa saling berbagi tawa dengan orang-orang terkasih.
Waktu begitu cepat berlari.  Sarapan pagi telah terhidang di resto untuk dinikmati oleh para pengunjung.
Menjelang tengah hari, setelah makan siang dengan beragam menu kombinasi Asia-Eropa, kami memutuskan untuk memulai perjalanan kembali ke rumah.
Bagi kami, semua perjalanan itu indah.  Perjalanan jugalah yang banyak mengajarkan kepada kami tentang rasa syukur, mandiri, disiplin, kepedulian,  kesabaran dan ketangguhan.  Maka, berjalanlah…karena sesungguhnya hidup ini adalah perjalanan.  [Nani Djabar] 
***

1 komentar:

Aku dan Lock Down-Virus Corona (Covid19)

Aku tiba-tiba merasa berada dalam dunia unreal, antara percaya dan tidak dengan apa yang sedang aku alami saat ini. Tepatnya hari senin 1...