sumber gambar : internet |
Mengutuk Kabut Asap atas nama Kemanusiaan. Sabtu pagi 2 Oktober, tidak hanya miris tapi hati serasa
teriris membaca berita di halaman pertama Harian Kompas yang bertajuk “Korban
Kabut Asap Terus Bertambah”, diberitakan dua korban meninggal akibat terlalu banyak
menghirup asap. Sontak, rasa keibuanku
tersentuh, air matapun menitik. “Keterlaluan”, geramku dalam hati.
Sejak Juli, hingga memasuki Oktober tercatat 44.211 warga
Riau terjangkit ISPA, dan dalam tiga
pekan terakhir jumlah penderita ISPA meningkat lebih dari 250%. Di Jambi jumlah penderita ISPA pada September
mencapai 40.786 atau meningkat dua kali lipat dibanding Agustus yang mencapai
27.800. Begitu juga di Kalimantan Tengah
dan Palembang, hingga Oktober jumlah penderita ISPA dan Pneumonia berat terus
bertambah. (Kompas 2/10).
Itu yang tercatat.
Masih banyak fakta di lapangan yang tidak tersentuh oleh media. Warga yang terkena dampak kabut asap tidak
semuanya dari kalangan yang mampu mengunjungi dokter atau rumah sakit. Karena alasan ekonomi mereka hanya bisa
mencegah dengan obat-obat warung yang belum tentu tepat penggunaanya atau bisa
jadi berpasrah pada keadaan sehingga wajar jika kematian merenggut ketika
mereka sedang berada di kebun atau sawah milik mereka. Tragis!!!
Sungguh naïf dan tidak berprikemanusiaan ketika masih ada
yang nyinyir mengatakan bahwa teriakan dan jeritan dari berbagai pihak sebagai
upaya mendiskreditkan pemerintahan saat ini.
Pake hati nurani dong
! saya punya kerabat dan teman-teman yang berada di daerah yang terkena kabut
asap. Mata mereka perih, tenggorokan
sakit, yang sedang hamil khawatir dengan janin di perutnya, yang punya bayi
sedih melihat dada anaknya kembang kempis susah bernafas, para manula terserang batuk akut, banyak aktivitas
tertunda, anak-anak tidak bisa sekolah, lalu lintas darat udara terganggu dan
masih banyak lagi dampak-dampak negatif secara materil dan imateril yang tidak
akan cukup dituliskan dalam berlembar-lembar kertas…. Mereka menunggu dan
menunggu kapan kehidupan mereka bisa normal kembali.
Kalau sudah begini, siapa yang patut disalahkan???
Saya terlalu bodoh dan tidak cerdas untuk memahami aktor
dibalik sandiwara kabut asap ini.
Apalagi untuk mengetahui siapa sesungguhnya sang sutradara?
Tidak sepenuhnya benar jika kabut asap ini dikatakan sebagai
bencana. Mari kita renungkan bersama
firman Allah berikut ini :
“Telah tampak
kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan
sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang
benar" (Qs Ar-Rum : 41).
Sudah menjadi rahasia umum di negeri ini, membakar hutan
atau lahan adalah cara yang paling ekonomis untuk membuka lahan baru. Tapi mengapa baru sekarang fenomena kabut
asap menjadi sedemikian dahsyat??? Apakah karena tingkat keserakahan manusia
yang semakin meningkat dan meluas??? Bisa jadi!!!
Ketika hutan/lahan yang seyogyanya adalah milik publik
dijadikan sarana empuk untuk mengisi kantong-kantong pribadi. Pembakaran
hutan/lahan telah menjadi “kejahatan terorganisir” dimana ada kelompok-kelompok
yang jelas pembagian tugasnya dan masing-masing mendapatkan persentase
keuntungan baik secara individu maupun korporasi. Rantai keserakahan ini terus berlanjut,
membuat para pelakunya haus dan haus untuk meraup keuntungan yang lebih
besar. Dan hal yang paling menyulitkan
untuk ditegakkannya hukum adalah ternyata para aktor ini mempunyai hubungan
dengan orang-orang kuat, baik di tingkat kabupaten, nasional bahkan diatasnya. Sungguh mengerikan!!!
Lalu apa yang bisa kita lakukan???
Saya sangat menghargai upaya dari saudara-saudara kita yang
perduli untuk meminimalisir dampak negatif
kabut asap dengan membagikan masker (meskipun pengajuan masker N95 tidak
digubris oleh pemerintah pusat), menanam pohon yang bisa memfilter kabut asap,
anjuran minum banyak air putih, mengurangi aktivitas di luar dan
sebagainya. Tapi semua itu tidak akan
mnyelesaikan masalah jika sumber akar masalahnya tidak dihentikan.
Sebelum lebih banyak lagi korban, mari kita suarakan
kepedulian, desak pemerintah untuk mengedepankan hati nurani. Bertindak tegas, tegakkan hukum tanpa pandang
bulu, telusuri para aktor illegal, tangkap, cabut izin usaha korporasi, tuntut
ke pengadilan secara pidana atau perdata.
Sesungguhnya, sangat mudah bagi Allah untuk menurunkan hujan
dan menyapu kabut asap dalam sekejap…..tetapi, sejauh mana kita perduli dan
bertindak nyata??? [Nani Djabar]
#SaveHutanIndonesia
#BloggerMuslimah
#SpecialBlogWalking
Sumber bacaan tambahan :
dan lain-lain
Makin sedih, ternyata udah banyak korban yang berjatuhan.
BalasHapusmungkin ini saatnya untuk saling menyadari dan menghargai tenggang rasa..mari bersama-sama tuntaskan masalah ini secepatnya dan jangan saling lempar kesalahan demi menjaga warisan alam utk generasi yg akan datang
BalasHapusIya, sdh berbulan2 dan masih belum teratasi. Kalau tdk salah pemerintah dulu pernah bikin hujan buatan. Entah kenapa skrg itu tidak lagi dilakukan. Padahal mungkin bisa jadi salah satu solusi. Wallahu a'lam.
BalasHapusSemoga tidak lagi jatuh korban berikutnya, aamiin
Aamiinn
HapusAamiinn
HapusKalau pemerintah bisa tegas dan jujur dalam menindak pelaku pembakaran dan menghukum dengan seberat-beratnya, seharusnya bisa menjadi efek jera ya Mbak. Tega benar kalo ada yang mengatakan tragedi ini sebagai upaya mendiskreditkan pemerintah :(
BalasHapusDi Palembang jugo byk asap tebal.. Makin hari asap makin pekat.. Seisi sumah sdh batuk2 dan sakit kepala.. Sudah sebulan lebih menderita karena kabut asap.. Kadang2 Ayuk berfikir koq tiap tahun kejadian serupa terus berulang? Spt tidak ada solusi? Mudah2an kedepan aparat berwenang biso mencari formula yg tepat atasi kebakaraan hutan ini...
BalasHapusDi Palembang jugo byk asap tebal.. Makin hari asap makin pekat.. Seisi sumah sdh batuk2 dan sakit kepala.. Sudah sebulan lebih menderita karena kabut asap.. Kadang2 Ayuk berfikir koq tiap tahun kejadian serupa terus berulang? Spt tidak ada solusi? Mudah2an kedepan aparat berwenang biso mencari formula yg tepat atasi kebakaraan hutan ini...
BalasHapusSedih ya...kalo liat berita di TV, sedangkan kita yang menghirup asap sampah yang terbakar sebentar saja rasanya sudah kayak gitu.
BalasHapusSemoga Allah lindungi saudara2 kita disana...
Aamiinn
HapusYa Allah..I'm sorry to heard that..
BalasHapusDoa kami untuk saudara-saudara di Riau....
Mudah-mudahan segera teratasi yaa mbak...,
Adik ipar dan keluarganya juga tinggal di Pekanbaru. Tapi karena sekolah di Bogor, sekarang hanya tingga si ayah aja yang masih di sana karena pekerjaan.
BalasHapusSedih banget kalo lihat bencana kok tahunan, kenapa gak segera melakukan tindakan tegas, agar jangan sampai terulang tiap tahun.
Gak bisa membayangkan kalau harus beraktivitas dengan masker sepanjang hari, saya sesak walaupun udaranya bersih..apalagi kalau sudah penuh asap seperti saudara-saudara di sana :(
BalasHapusMbaaa, di komplek sy itu ada yg suka bakar sampah. Itu udah bikin sesek apalagi berhektar2 yg kebakaran ;(
BalasHapussemoga masalah ini bisa diselesaikan
BalasHapussaya baru tau kalo harusnya pake masker N95 mba.
BalasHapussemoga lebih banyak masyarakat lebih peduli lingkungan
saya ikut prihatin dengan bencana asap tersebut, memang benar itu bukan bencana alam tapi perbuatan manusia yang serakah...
BalasHapusalat penangkalnya sementara ini mungkin hanya masker dan obat-2an tapi sampai kapan..??
semoga saudara-2 kita disana diberi kesabaran...aamiin...
Nyesek banget melihat di social medianya yang selalu membahas asap yang tak kunjung selesai mirissss -,-
BalasHapusasap paling parah ya tahun ini kayaknya..udah hampir seluruh sumatera di dera kabut asap..saya di sumbar juga parah asapnya mba
BalasHapussedih jadinya respon pemerintah thdp kabut asap terasa berulur2.. moga Allah berikan kekuatan dan kesabaran untuk warga disana..
BalasHapusAsap kian bertambah pekat ya
BalasHapusTerima kasih sudah ikutan BW
Aku datang lagi
BalasHapusSemoga masalah ini cepat selesai
semoga segera pulih.. #savehutanIndonesia
BalasHapus